Satelit Cuaca Himawari

Informasi Lengkap Tentang Satelit Cuaca Himawari

Satelit terbagi menjadi dua yaitu satelit alami dan satelit buatan. Berbeda dengan satelit alami yang merupakan mahakarya Tuhan, satelit buatan merupakan benda luar angkasa yang diletakkan pada orbit tertentu dengan tujuan tertentu oleh manusia. Satelit buatan terdiri dari satelit komunikasi, satelit cuaca, satelit militer, satelit navigasi, satelit siaran, satelit ilmiah, satelit observasi bumi, dan satelit penyelamat. Satelit cuaca menjadi salah satu jenis satelit yang memiliki peran krusial dalam kehidupan. Indonesia sendiri sampai saat ini belum memiliki satelit cuaca sendiri dan masih menggunakan satelit cuaca Himawari untuk memantau perubahan cuaca yang terjadi di Indonesia. Simak informasi selengkapnya dengan membaca artikel berikut ini.

Contents

Mengenal Satelit Cuaca Himawari

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa Indonesia belum memiliki satelit cuaca sendiri untuk memprediksi perubahan cuaca yang terjadi di tanah air. Hingga saat ini, prakiraan cuaca dilakukan lewat bantuan satelit Himawari 8 milik negara Jepang. Tak hanya Indonesia, semua negara di Asia Pasifik juga menggunakan satelit Himawari 8 untuk melakukan prakiraan cuaca di negara masing-masing. Dalam hal ini, Indonesia menjalin kerjasama dengan Japan Meteorological Agency atau yang disingkat JMA dengan menyediakan antena penerima

Himawari merupakan rangkaian satelit cuaca di Jepang yang dikendalikan oleh Japan Meteorological Agency (JMA) atau Badan Meteorologi Jepang. Satelit ini juga disebut dengan istilah Geostasioner Meteorologi Satelit atau yang disingkat GMS. Satelit Himawari 1 pertama kali diluncurkan pada tanggal 14 Juli 1977 di Cape Canaveral. Pada perkembangannya, satelit kelima diluncurkan pada tanggal 18 Maret 1995 di Tanegashima yang kemudian digantikan oleh MTSAT seri Multi Fungsi Transportasi Satelit.

Hingga pada tanggal 8 Oktober 2014, Japan Meteorological Agency (JMA) meluncurkan satelit Himawari 8. Dengan menggunakan sensor Advanced Himawari Imager (AHI), satelit ini baru mulai beroperasi di pertangan tahun 2015. Himawari 8 berada di orbit geostationary dengan ketinggian 35.791 km dan memiliki resolusi spasial 0,5 km (band 3), 1 km, dan juga 2 km. Satelit tersebut dibuat oleh Mitsubishi Electric atas bantuan Boeing. Data yang dihimpun satelit cuaca Himawari dipakai untuk keperluan monitoring curah hujan, suhu permukaan laut, dan suhu atas awan. Selain itu, Himawari 8 dianggap memiliki kinerja yang efektif untuk meneliti berbagai cuaca dan iklim serta kualitas udara, curah hujan, kelembaban, dan kemungkinan adanya kebakaran.

Parameter Penelitian Satelit Cuaca Himawari

Kerjasama antara Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) dengan Mitsubishi Electric dilakukan agar bisa mengakses satelit Himawari 8 untuk keperluan penelitian dan monitoring cuaca, iklim, dan lain-lain. Keberadaan Himawari 8 ini sangat penting mengingat wilayah Indonesia dilewati garis khatulistiwa yang menyebabkan kondisi cuaca dan iklim tidak menentu. Pengawasan melalui satelit Himawari akan membantu BMKG dalam menentukan prediksi dan antisipasi dalam pengamatan cuaca yang pastinya bermanfaat untuk semua orang. Proses penelitian juga dilakukan dengan mengandalkan beberapa parameter seperti suhu dan radiasi, potensi curah hujan, vektor angin, pergerakan awan, penguapan air, hingga persebaran asap yang dihasilkan dari kebakaran atau abu vulkanik.

Infra Merah

Himawari 8 memberi petunjuk terhadap perkembangan suhu awan lewat radiasi panjang gelombang 10,4 mikrometer. Besar kecilnya suhu bisa dilihat dari warna yang terlihat, apabila warnanya biru cenderung ke hitam maka besar kemungkinan langit cerah tak berawan. Sedangkan warna merah menjadi pertanda terbentuknya awan Cumulonimbus.

Penguapan Air

Kelembaban atmosfer di bumi bisa diketahui dari radiasi infra merah pada panjang gelombang 6,2 mikrometer. Umumnya warna coklat menandakan bahwa daerah itu kering, sedangkan warna biru menunjukkan bahwa wilayah tersebut berada pada kondisi yang basah.

Curah Hujan

Seperti yang sudah disebut sebelumnya bahwa satelit cuaca Himawari juga bisa dimanfaatkan untuk mengetahui curah hujan di suatu daerah. Dalam hal ini data didapat dengan menghubungkan suhu puncak dengan curah hujan untuk mengklasifikasikan curah hujan masuk kategori ringan, sedang, atau tinggi.

Vektor Angin

Data vektor angin didapat dari pemantauan satelit Himawari pada panjang gelombang 10,4 mikrometer. Data tersebut diambil pada lapisan 850mb pada data model GSM di satuan m/s untuk kecepatan angin.

Citra Persebaran Asap

Analisa persebaran asap didapat dari metode RGB yang overlay dari arah dan kecepatan angin pada lapisan 1000mb. Apabila terdeteksi polygon warna merah, maka hal itu menandakan wilayah persebaran asap. Sedangkan warna merah yang disertai dengan poligon kuning menunjukan persebaran abu vulkanik.

Citra Satelit Cuaca Himawari

Citra satelit merupakan hasil rekaman satelit di luar angkasa berupa gambaran permukaan bumi dari jarak jauh yang jaraknya mencapai ratusan kilometer. Umumnya satelit yang dipakai adalah satelit penginderaan jauh yang terdiri dari satelit cuaca dan satelit observasi bumi. Berbeda dengan tujuan citra satelit yang telah disebutkan tadi, satelit cuaca Himawari dipakai untuk menangkap berbagai citra satelit

berupa pergerakan awan di suatu daerah, wilayah tempat terjadinya kebakaran, persebaran asap, lokasi terjadinya letusan gunung, persebaran abu vulkanik, dan lain sebagainya.

Citra satelit yang dihasilkan oleh satelit Himawari disebut dengan citra satelit Himawari. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memanfaatkan citra satelit Himawari untuk berbagai tujuan seperti Himawari 8 IR Enhanced, Himawari 8 Enhanced, Himawari 8 Cloud Type, Himawari 8 Rainfall Potential, Himawari 8 Natural Color, Himawari 8 RDCA, dan Himawari 8 Geo Hotspot.

Himawari 8 IR Enhanced

Citra satelit ini menunjukan suhu puncak awan yang dihasilkan dari pantauan radiasi di panjang gelombang 10, 4 mikrometer yang klasifikasinya ditunjukkan dengan berbagai warna.

Himawari 8 Enhanced

Himawari 8 Enhanced merupakan citra satelit yang memperlihatkan kelembaban atmosfer di lapisan menengah ke atas yang dihasilkan dari radiasi infra merah di panjang gelombang 6,2 mikrometer. Selain mengetahui kelembaban udara, Himawari 8 Enhanced juga menampilkan pergerakan massa udara kering yang berhembus dari benua Australia.

Himawari 8 Cloud Type

Sesuai dengan namanya, Himawari 8 Cloud Type dipakai untuk mengidentifikasi jenis awan berdasarkan warna legenda.

Himawari 8 Rainfall Potential

Citra satelit ini dipakai untuk membuat prediksi curah hujan berdasarkan kategori ringan, sedang, lebat, dan sangat lebat. Ramalan tersebut dibuat dengan menghubungkan suhu puncak awan dengan curah hujan yang terjadi.

Himawari 8 Natural Color

Selanjutnya adalah Himawari 8 Natural Color yang digunakan untuk meneliti konvekstifitas, mikrofisis awan, dan juga ketebalan awan.

Himawari 8 RDCA

Citra satelit ini digunakan untuk memprediksi perubahan awan Cumulus yang berpotensi menjadi awan Cumulonimbus.

Himawari 8 Geo Hotspot

Fungsi dari citra satelit Himawari 8 Geo Hotspot untuk mengetahui lokasi terjadinya kebakaran dan sebagai petunjuk wilayah persebaran asap.

Demikian informasi penting yang bisa Anda simak mengenai satelit cuaca Himawari. Melalui artikel ini, Anda jadi tahu tentang apa itu satelit Himawari, sejarah, dan juga kegunaannya. Semoga rangkaian informasi tadi bermanfaat dan bisa menambah wawasan untuk Anda semua.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *